Jasa maklon kosmetik halal merupakan perusahaan berbasis jasa yang membeli bahan baku, mengolahnya dengan output produk jadi.
Sebelum proses produksi massal, perusahaan kosmetik akan melakukan uji coba formulasi untuk menemukan formulasi yang tepat.
Uji coba formulasi ini biasanya menggunakan hewan untuk menguji formulasi apakah aman dan apa efek sampingnya terhadap manusia.
Isu against animal testing belakangan marak diramaikan. Hal ini karena masyarakat mulai sadar bahwa tidak baik menggunakan hewan sebagai uji coba.
Pejuang against animal testing ini percaya bahwa hewan-hewan ini memiliki hak untuk hidup dan proses uji coba yang dilakukan terasa terlalu sadis.
Biasanya di akhir uji coba, hewan-hewan ini dibiarkan menderita, tidak diberikan pain relief bahkan bisa sampai dibiarkan mati. Maka dari itu munculah istilah animal cruelty.
Apalagi dijaman serba canggih dan teknologi semakin berkembang, pejuang against animal testing terus mengingatkan kepada industri-industri kosmetik (dan farmasi) untuk tidak menguji cobakan formulanya pada hewan.
Tikus, kelinci, marmut, kodok bahkan kucing dan anjing adalah sebagian hewan yang digunakan untuk uji coba formulasi.
Selama proses eksperimen, hewan-hewan ini dipaksa untuk menghirup suatu gas, disuntikkan formulasi dan meneteskan zat krorosif pada mata kelinci yang sensitif.
Mata yang diteteskan zat korosif ini dapat menimbulkan kemerahan, pembengkakan bahkan kebutaan.
Selain pada mata, tubuh kelinci pun ikut dijadikan eskperimen. Bulu belakang kelinci dicukur, lalu zat kimia yang korosif ini diaplikasikan pada kulit kelinci dan dibiarkan selama 2 minggu.
Zat kimia ini akan menyebabkan kulit kelinci terbakar, yang mengakibatkan rusaknya jaringan tisu. Selama percobaan, kelinci tidak diberikan pain relief, dan setelah percobaan selesai, kelinci dibunuh.
Dilansir website peta.org, kelinci paling banyak digunakan untuk eksperimen dalam bidang kosmetik, obat dan sabun. Jadi anda bisa bayangkan penderitaan kelinci-kelinci ini selama masa percobaan.
Selain kelinci, kucing yang seharusnya menjadi hewan menggemaskan (dan menyebalkan) yang seharusnya di rumah, juga menjadi korban hewan eksperimen.
Menurut website PETA (People for the Ethical Treatment of Animals), di Universitas of Wisconsin, Madison, terdapat penelitian mengenai auditory.
Kucing dieksperimen dengan memotong kedua telinganya, diikat dikursi lalu dianalisis aktivitas otaknya terhadap suara yang berbeda-beda.
Pada organisasi Professional Laboratory and Research Services (PLRS), menemukan bahwa kucing menderita kejang-kejang dan pendarahan melalui hidung dan mulut setelah bahan kimia dioleskan ke kulit mereka.
Walaupun sudah menimbulkan reaksi seperti ini, peneliti tetap mengoleskan formula bahan kimia lain untuk melihat reaksi kucing terhadap bahan kimia kedua. Di hari yang sama.
Penjelasan mengenai eksperimen diatas adalah contoh dari banyak kasus mengenai eksperimen binatang.
Menurut organisasi Cruelty Free International, 90% uji coba obat yang dilakukan pada hewan dan berhasil, in the end gagal saat dilakukan ke manusia.
Selain itu secara genetik, walaupun ada kesamaan organ dan gen antara hewan-hewan seperti monyet atau simpanse, presentase testing obat ke hewan akan tetap menimbulkan reaksi yang berbeda pada manusia.
Contohnya perusahaan Vioxx, produsen obat khusus radang sendi. Menemukan bahwa formulasi obat-obatnya aman ketika diuji cobakan pada hewan (monyet dan lima jenis hewan lainnya).
Saat diproduksi masal dan dikonsumsi masyarakat, menyebabkan sekitar 320.000 kasus serangan jantung dan 140.000 kasus stroke di dunia.
Spesies monyet yang paling sering dibuat uji coba obat (Cynomolgous macaque monkeys) merupakan spesies yang kebal terhadap dosis paracetamol yang bisa jadi berbahaya pada manusia dengan dosis yang tinggi.
Makanan seperti coklat, anggur, kismis, alpukat dan kacang macadamia tidak berbahaya bagi manusia, namun sangat berbahaya untuk anjing.
Masih banyak lagi perbedaan antara manusia dan hewan dari segi biologis khususnya.
Namun memang masih belum banyak perusahaan kosmetik dan obat yang masih menggunakan hewan sebagai uji coba formulasinya.
Sebagai jasa maklon kosmetik halal, PT Gizi Indonesia berkomitmen untuk tidak menggunakan hewan sebagai uji coba formulasi.
Bahan baku yang digunakan pun tidak menggunakan bahan yang mengandung hewani. Bahan baku produk-produk Gizi Indonesia hanya berasal dari tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan.
Penggunaan bahan-bahan alami, natural dan ekstrak tumbuh-tumbuhan ini tertuang pada visi perusahaan untuk menjadi pioneer produsen kosmetik dan produk natural.
Selama proses produksi, Gizi Indonesia sudah menerapkan standar produksi yang berpedoman pada sertifikat CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) dari Badan POM dan sertifikasi Halal dari MUI.
Komitmen Halal disini tidak hanya hasil jadi produk, namun selama proses pra-produksi produk pun harus halal.
Dimulai dari kerja sama perusahaan dengan petani-petani lokal dan supplier untuk bahan baku. Petani lokal dan supplier bahan baku ini harus sudah harus tersertifikasi halal.
Halal disini juga berarti tidak menggunakan dan menyiksa hewan selama proses uji coba formula.
Gizi Indonesia menjadi jasa maklon kosmetik halal yang pas untuk anda. Karena komitmen Halal ini tidak hanya diaplikasikan pada produk jadi.
Namun selama proses menuju halal pun, harus halal. Jasa maklon ini bisa Anda dapatkan langsung dengan menghubungi kami.
Untuk info lebih lengkap, anda bisa konsultasikan visi dan misi produk anda ke staf profesional Gizi Indonesia dengan klik disini.